Aku adalah seorang wanita yang sangat beruntung. Saat ini di usiaku ke 73 tahun, aku memiliki 3 orang anak yang menyayangiku dan 5 orang cucu yang luar biasa. Meskipun sebagian besar hidupku aku habiskan dengan berbaring di kasur karena penyakit rematik yang jarang membuatku tahan duduk atau berdiri terlalu lama. Sebagian waktuku habis untuk berjalan jalan selama beberapa menit di kompleks rumahku dan merawat kebun adenium dihalaman depan rumahku, namun aku bersyukur aku memiliki banyak orang orang yang mencintaiku. Suamiku telah meninggal tiga tahun silam. Kisah kami adalah kisah yang happy ending. Karena kisah cinta kami tidak diakhiri oleh perbedaan pendapat, pertengkaran atau pihak ketiga. Kisah cinta kami berakhir karena maut memisahkan.
Aku sangat bersyukur karena meskipun rambutku telah memutih dan ingatanku mulai berkabut, tapi aku masih diberikan kekuatan untuk mengingat cara memasak makanan kesukaan cucu-cucuku. Aku tertawa sendiri saat melihat mereka datang kerumah dan membuat keributan hanya karena berebut untuk duduk disisiku. Meskipun aku sering tidak mengerti saat mereka berbicara tentang gadged ataupun twitter atau instagram. Mereka berkata bahwa dengan twitter dan instagram, kita bisa mengirimkan surat dan foto untuk teman teman kita, dimanapun mereka berada. Aku merasa sudah cukup puas mereka mau bercerita tentang kesukaan mereka.
Aku bersyukur di saat malam aku masih bisa memandang bintang bintang dan merasakan damainya cahaya rembulan yang terpantul dikaca jendela kamarku. Karena semakin bertambah usia, semakin sedikit jam tidur yang bisa kita nikmati. Selain karena rematik yang nyeri menusuk nusuk, juga karena aku ingin agar setiap malam aku bisa mendoakan kehidupan anak anakku. Bahkan disaat cuaca hujan, angin bertiup kencang menerbangkan dedaunan dan air hujan menampar nampar kaca jendela, aku tetap bersyukur karena aku jadi teringat saat mendiang suamiku masih hidup. Saat di awal pernikahan, kami belum memiliki mobil. Beruntungnya kami memiliki sebuah sepeda motor yang setia mengantar suamiku bekerja dan terkadang menjemputku saat pulang kerja. Pernah suatu kali, hujan turun sangat deras, angin sangat kencang, petir terus menggelegar. Kami berdua berteduh dibawah jembatan. Sepeda motor dipinggirkan, kemudian kami membeli kacang rebus yang dijual di pinggir jalan. Kami makan kacang hangat dengan lahapnya, kami berdua tertawa dan saling melingkarkan lengan kebahu untuk saling menghangatkan badan yang basah terkena cipratan air hujan. Biasa saja memang, namun saat usia menua, kenangan sederhanapun menjadi harta yang berharga.