Apakah ada diantara anda, yang waktu bikin goal, alih alih termotivasi malah tertekan?
Atau adakah yang setelah bikin goal, mungkin di awal panas membara, semangat menggebu gebu, namun di tengah jalan gairahnya luntur, ketemu halangan motivasi mulai hilang, melihat kenyataan tidak sesuai harapan lantas menyerah?
Atau yang lebih parah lagi, adakah yang sudah sampai di level apatis? “Buat apa bikin goal, ngga penting lah punya goal…”
Jangan khawatir semua itu adalah sesuatu yang wajar.
Saat saya membaca buku Scott Adams, yang berjudul : How to fail at almost everything and still win big. Ia menulis, Goal is For Losers. Pemenang dan pecundang sama sama punya goal. Maka Goal bukan advantage milik para pemenang saja. Goal bukan hal yang membedakan pemenang dan pecundang. Jadi kata Scott Adams , ngapain punya goal?
Jangan jangan ide scott adams ini ada betulnya juga. Karena , saya sendiri juga pernah merasakan punya goal dan ditengah jalan kehilangan semangat.
Eits, baca dulu artikel ini sampai selesai. Apa sih maksudnya Bro Scott Adams ini?
Ada sebuah penelitian yang dilakukan di Harvard Business School, yang dilakukan oleh Lisa Ordonez dkk. Dalam papernya, mereka menjabarkan secara ilmiah ternyata setting goal ada dampak negative nya, diantaranya
- Goal mengurangi kebahagiaan,
- Goal membuat stress dan tertekan
- Goal merusak self esteem atau kepercayaan diri, terutama ketika goal tersebut tidak tercapai
- Goal sifatnya motivasi sesaat
Wah, ternyata setting goal berdampak negative dalam hidup ya?
Eits, Yang sudah setting goal awal tahun ini, jangan sedih dulu.
Ada riset lain yang dilakukan sejak tahun 80-an oleh Locke & Latham yang mengatakan bahwa, Goal System dapat membantu meningkatkan performa sebuah organisasi / perusahaan.
Lho, jadi yang benar yang mana dong?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengutip kata kata Steven Covey :
“What we see, what we do. What we do, what we get.”
Ea…bingung ngga bacanya. Okay, saya coba bantu terjemahkan ya.
”Cara pandang kita akan sesuatu akan mempengaruhi tindakan kita. Dan tindakan kita akan mempengaruhi pada hasil yang kita dapatkan.”
Begitu pula dengan Goal. Goal setting sebetulnya tidak salah, seringkali yang salah adalah bagaimana cara pandang kita terhadap goal setting. Cara kita memandang sebuah goal, akan mempengaruhi tindakan kita dan akhirnya mempengaruhi hasilnya.
Makanya kembali ke bang Scott Adams, kalau kita baca bukunya ia mengatakan
“Goals are for losers. Winners use systems. I turn all of my goals into systems, and it completely changed the way I work and chase down my goals.” – Scott Adams
Sampai disini cukup jelas?
Kalau sudah jelas, yukkk lanjut baca.
Yang belum jelas, apalagi!!! Lanjutkan…..
jadi bang Scott Adams mencoba mengatakan, punya goal tidak cukup. alih alih kita harus membuat sistem. Maksudnya gimana?
Untuk menjelaskan ini, ijinkan saya menjelaskan dulu mindset yang benar tentang goal.
Banyak orang memandang goal sebagai beban, bikin stress, bikin resah, kalau ngga tercapai malu, ngga enak sama atasan, ngga enak sama rekan kerja dll.
Padahal goal itu semestinya :
1. Goal Semestinya align dengan diri kita yang terdalam.
Goal tidak memotivasi, karena goal itu fokus pada diluar diri kita. Fokus pada reward, punishment & tekanan sosial. Kan malu kalau udah goal setting, tapi tidak tercapai. Maka idelanya goal fokus pada apa yang ada dalam diri.
Nah ada 3 hal dalam diri yang dapat memotivasi kita untuk mencapai goal
- otonomy, kebutuhan untuk memiliki kontrol atas sesuatu (ownership/ rasa memiliki). Ketika orang dikontrol, dia tidak akan punya rasa memiliki terhadap apapun. Saat orang dikontrol untuk mencapai goal tersebut, ia tidak memiliki rasa memiliki terhadap goal tersebut. Makanya jika berbicara dalam team, team boleh jadi diberikan target / “What” oleh perusahaan, namun buat agar mereka agar memiliki rasa self belonging terhadap goal tersebut.
- Competency. Manusia tidak hanya ingin bebas, namun manusia pada dasarnya punya kebutuhan untuk jadi lebih baik dari hari ke hari. Makanya ia butuh tantangan, pemicu. Makanya goal harus bisa merentangkan diri kita. Jangan set goal terlalu rendah. Goal harus diatas zona nyaman kita, agar kita bisa belajar dan bertumbuh (growth zone). Namun jangan juga terlalu jauh dari zona nyaman kita, karena jika terlalu jauh, maka manusia cenderung masuk dalam zona anxiety, akibatnya bukannya tertantang, kita merasa cemas, stress dan tertekan.
- Daniel Ping memakai istilah Purpose. Sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu di luar diri sendiri, sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri: bisa jadi tujuan hidup, bisa jadi juga orang lain (berkontribusi untuk orang lain). Pada saat apa yang kita lakukan bisa membantu orang lain, membahagiakan orang lain, kita akan termotivasi melakukan hal tersebut. jika goal hanya berfokus pada diri sendiri, biasanya di level tertentu, setelah mencapai akan ada rasa puas diri, membuat kita tidak bertumbuh lagi.
2. Goal semestinya menginspirasi tindakan.
Goal setting bertujuan memastikan agar kita clear apa yang harus kita lakukan sekarang & memberi arahan, sehingga kita bisa konsisten dalam melakukan action kita setiap hari.
Lalu mengapa ada goal yang tidak menginspirasi untuk Action?
Kebanyakan karena masalah konflik batin. Bisa jadi konflik dengan value kita, belief kita, higher intention, purpose of life, atau simply konflik dengan goal yang lain, karena goalnya kebanyakan.
Jika berlawanan dengan semua itu, maka diri terdalam akan melawan, dan akhirnya action tidak menuju goal tersebut. Misalnya value terpenting anda adalah keluarga dan saat ini anda sedang merintis bisnis dengan goal omzet 100 juta / bulan. Nah, ketika keyakinan anda mengatakan bahwa untuk mencapai 100 juta mesti taruh waktu , tenaga dan perhatian dalam bisnis 100%. namun value dalam diri anda mengatakan, uang bukan segalanya, waktu bersama anak dan istri lebih penting. Maka kebayang, bagaimana pergolakan dalam diri anda? Karena ada pertentangan antara value dan goal, maka action tidak akan maksimal, bahkan bisa jadi otak mamlia anda mengambil alih dan bereaksi freze. Akhirnya tidak melakukan apapun.
Maka cek sekali lagi keyakinan-keyakinan yang menghambat anda untuk mencapai goal.
Atau alignkan goal anda dengan diri terdalam anda.
Nah, jika mindset terhadap Goal sudah benar, selanjutnya kita bicara soal proses. Apa yang harus diperhatikan dalam proses untuk mencapai Goal?
- Happiness
Dalam buku saya The Miracle of Happiness , saya pernah menulis bahwa bahagia dulu baru sukses kemudian. Shawn Achor meneliti 1 hal, yaitu happiness. hasil penelitiannya mengatakan bahwa orang orang yang bahagia lebih sukses, lebih produktif, lebih baik karirnya. Makanya jika anda punya team, pastikan team anda bahagia dalam menjalankan proses mencapai target. Ketika mereka bahagia, maka mereka akan lebih berkomitmen dalam melakukan prosesnya, sehingga kemungkinan besar goal tercapai. Masuk akal?
2. Focus on Progress
Masalahnya kalau ngga bisa happy gimana dong?
Theresa Amabile & Kramer, dalam bukunya The progress principle mengatakan : kebahagiaan datang dari progress. Orang akan cenderung termotivasi ketika merasakan kemajuan, sebaliknya orang akan demotivasi jika merasakan stuck, apalagi merasakan kemunduran. Make sense?
Makanya penting untuk merayakan kemenangan kemengan kecil. karena Kesuksesan besar dibangun diatas kegagalan dan kemenangan kecil yang terus mengarah pada goalnya.
Apakah anda pernah melihat anak yang senang main game? Atau malah anda sendiri? kenapa Orang bisa ketagihan main game? Game dirancang dengan sangat cerdas, dengan menggunakan prinsip goal system. Dalam game, ada goal yang lebih besar dari diri sendiri, misalnya menyelamatkan sebuah kota dari serangan zombie dll. Dalam game jika dibuat terlalu mudah, orang akan bosan. jika dibuat terlalu sulit, orang stress dan akhirnya tidak main lagi. Kemudian orang diberi kemenangan kemenangan kecil untuk menuju goal, agar orang merasakan sense of progress. See, game menerapkan semua prinsip ini.
3. Mastery VS Performance Goals
Performance mimdset fokus supaya bisa tampil baik (mendemonstrasikan kompetensi)
Mastery focus mendevelop kompetensi
Ada orang yang mengejar goal menggunakan performance toward goal, supaya dianggap hebat, keren, pintar dan sukses di mata orang lain. Fokusnya pada Pembuktian diri.
Ada juga yang orientasi goal performance avoidance / menghindari goal yang bikin malu, berpotensi untuk gagal, sehingga ia akan cenderung main aman.
Ada orang setting goal mastery avoidance, menghindari goal yang butuh belajar, sulit dicapai.
Tapi ada orang yang mengejar goal yang menantang, supaya ia bisa growth, bertumbuh dan belajar. Nah, inilah yang kita mau. Tidak peduli mau tercapai atau ngga tercapai goalnya, ngga peduli apa kata orang. Yang penting saya bertumbuh. Itu motivasinya. Makanya sudah progress aja, orang yang fokus goal Mastery tetap bahagia.
4. Co-Creator
Nah, ini adalah yang paling penting. Posisikan diri kita sebagai co-creator. Karena manusia hanya berikhtiar, berusaha yang terbaik, namun tercapai atau tidaknya goal kita hanya ditangan Tuhan, sang Creator. kita hanya bisa menjadi co-creator. Kita bisa berhasil bukan karena kemampuan kita, usaha kita, kerja keras kita, tapi karena kebaikan Tuhan dan Tuhan mengijinkan hal tersebut terjadi. Makanya kalau kita mencapai sesuatu, jangan sombong. namun jika kita gagal, biasa saja, jangan depresi. Karena mungkin belum waktunya saja. Belajar dari kesalahan kesalahan kita, terus berusaha, jangan menyerah dan berdoa. Karena percayalah, waktu Tuhan akan indah pada waktunya.
Selamat menikmati perjalanan meraih Goal Goal Dahsyat anda. Sampai jumpa di puncak kesuksesan.
Motivator dan Trainer leadership & Selling Skill.
Telah berpengalaman selama lebih dari 16 tahun di dunia training dan motivasi. dipercaya lebih dari 600 perusahaan besar di indonesia. Saat ini beliau fokus memberikan inhouse training untuk berbagai perusahaan di berbagai bidang seperti banking, insurance, plantation, BUMN, industri, retail, B2B, hingga institusi pemerintahan.